LPMD DAN KPMD

PERAN LEMBAGA DAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

  1. Beberapa Terminologi Sebagai Pengantar/Pengertian Dasar
  2. Dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP 72/2005 tentang Desa dan Peraturan Mendagri 5/2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, disebutkan beberapa terminologi atau peristilahan yang berkaitan dengan lembaga kemasyarakatan, antara lain :

    1. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adapt istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    3. Pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat desa yang meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan hidup melalui penguatan pemerintahan desa, lembaga kemasyarakatan dan upaya dalam penguatan kapasitas masyarakat;
    4. Pembangunan partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di Desa secara bersama-sama secara mufakat, dan gotongroyong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya di wilayah Indonesia;
    5. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa dan Lurah dalam pemberdayaanmasyarakat;
    6. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) atau Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) adalah lembaga atau wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai mitra Pemerintah Desa dan Lurah dalam menampung dan mewujudkan aspirasi serta kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan;
    7. Kader Pemberdayaan Masyarakat, selanjutnya disingkat KPM adalah anggota masyarakat Desa dan Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif;
    8. Pembangunan adalah upaya untuk melakukan proses perubahan sosial ke arah yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat di segala bidang baik di desa maupun kelurahan;
    9. Partisipasi adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan.

  3. Pengertian Dasar Organisasi dan Tupoksi Lembaga Kemasyarakatan
  4. Sebelum membahas tentang tugas dan fungsi Lembaga Kemasyarakatan, terlebih dahulu ada baiknya kita mengingat kembali tentang pengertian dasar organisasi. Banyak ahli mengemukakan pendapatnya tentang organisasi. Dari sekian banyak difinisi organisasi, menurut hemat penulis difinisi yang diberikan Stephen P. Robbins (1983) merupakan difinisi sederhana yang paling mudah untuk dijadikan panduan dasar dalam memberikan analisis tentang organisasi.

    Pengertian organisasi menurut Robbins adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau tujuan kelompok. Dari definisi tersebut, suatu kelompok dikatakan sebagai suatu organisasi apabila secara utuh memiliki unsur-unsur :

    1. Dikoordinasikan secara sadar, yang di dalamnya mengandung pengertian manajemen;
    2. Kesatuan sosial berarti unit tersebut terdiri dari orang-orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Organisasi sebagai kesatuan sosial maka pola interaksi para anggotanya harus diseimbangkan dan diselaraskan untuk menghindari tumpang tindih namun juga memastikan tugas-tugas kritis yang harus dilaksanakan;
    3. Batasan relatif yang dapat diidentifikasi artinya ada batasan yang nyata dan jelas agar dapat membedakan antara anggota dan bukan anggota. Pada organisasi sukarela anggota memberi kontribusi dengan memberi imbalan prestise, interaksi sosial atau kepuasan dalam membantu orang lain;
    4. Keterikatan terus menerus, misalnya seseorang diminta untuk bekerja 8 jam/hari, 5 hari/minggu atau seseorang dapat menghadiri hanya beberapa pertemuan saja/per tahun atau hanya membawa kontribusi tahunnya;
    5. Tujuan bersama artinya adanya kesepakatan umum mengenai organisasi.

    Beberapa pakar organisasi mengelompokan organisasi dalam organisasi standard dan organisasi sukarela. Organisasi standard yang ada di desa misalnya LKMD, Kelompok Tani, P3A Dharma Tirta, Karang Taruna, PKK. Sedangkan organisasi sukarela, misalnya : klub sepak bola, kelompok arisan, majelis taklim dsb. Organisasi sukarela juga dapat berupa organisasi yang disponsori oleh pemerintah maupun non pemerintah, misalnya : HKTI, Parpol, Ormas, Paguyuban Kepala Desa/Perangkat Desa dsb.

    Bagaimanakah dengan Lembaga Kemasyarakatan? Walaupun sebagian Lembaga Kemasyarakatan (seperti LPMD, PKK, Karang Taruna, RW/RT) dikelompokkan sebagai organisasi standar yang bersifat prototype, namun mekanisme dan pemilihan personil pengelolanya didasarkan pada aspirasi masyarakat melalui musyawarah dan mufakat. Sebagai suatu organisasi yang diharapkan tumbuh secara “bottom up”, peran Pemerintah dalam pembentukan Lembaga Kemasyarakatan adalah bersifat fasilitasi, artinya bersifat mengantarkan.

    Mengapa Lembaga Kemasyarakatan yang merupakan organisasi standart perlu difasilitasi Pemerintah pembentukannya? Apakah hal ini tidak dapat ditafsirkan sebagai rekayasa yang bersifat “top down”? Hal ini sebenarnya sangat tergantung dari kaca mata mana kita melihatnya dan juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik desa dan masyarakatnya serta implementasi tugas dan fungsi masing-masing Lembaga Kemasyarakatan.

    Mengenai tugas dan fungsi Lembaga Kemasyarakatan, dalam Permendagri 5/2007 disebutkan untuk membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa, dalam hal :

    1. Menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
    2. Melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif;
    3. Menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat; dan
    4. menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

    Untuk melaksanakan tugas tersebut, maka Lembaga Kemasyarakatan secara ideal diharapkan dapat melaksanakan fungsi :

    1. Penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
    2. Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    3. Peningkatan dan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat;
    4. Penyusunan rencana, pelaksana, pengendali, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
    5. Penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi serta swadaya gotong-royong masyarakat;
    6. Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan
    7. Pemberdayaan hak politik masyarakat.

    Hal yang sangat spesifik dari kegiatan lembaga Kemasyarakatan adalah fokus kegiatannya yang ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan masyarakat; peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan; pengemangan kemitraan; pemberdayaan masyarakat; dan pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat.

    Dari uraian singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas Lembaga Kemasyarakatan pada dasarnya adalah membantu Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sebagai perwujudan partisipasi masyarakat dalam arti luas, yang dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat.

    Permasalahannya, bagaimanakah Lembaga Kemasyarakatan dan Kader Pemberdayaan Masyarakat dapat melaksanakan perannya secara optimal ?

  5. Membangun Lembaga Kemasyarakatan Menjadi Organisasi Modern
  6. Menurut Prof. Prajudi Atmosudirdjo, organisasi modern merupakan suatu organisasi, dimana faktor-faktor yang bersifat “pribadi” tidak memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu organisasi modern biasa disebut sebagai organisasi rasional dan legal, artinya organisasi yang dalam kegiatannya terdapat pemisahan yang tegas, antara urusan pribadi dan urusan organisasi. Pembagian tugas yang jelas diantara anggotanya dan hubungan antar anggota pun impersonal/lugas dan tegas merupakan ciri yang membedakannya dengan organisasi tradisional.

    Jadi, organisasi yang modern lebih menekankan kepada tindakan-tindakan yang rasional yang mencakup penentuan perumusan tujuan, perhitungan ketepatan sasaran dan cara efektif yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Sedang dalam organisasi tradisional terdapat manusia-manusia tradisional yang berkerja didalamnya. Ciri-ciri manusia tradisional diantaranya tidak memiliki sikap-sikap gerak cepat, tidak mempunyai tujuan.

    Sebaliknya ciri-ciri manusia modern yaitu terbuka dengan pengalaman baru, kesediaan untuk menghadapai perubahan sosial, kesadaran adanya keberagaman (diversivitas) pendapat (opini), adanya perspektif waktu masa kini dan masa depan, adanya aspirasi dan orientasi keberhasilan, adanya perencanaan kedepan dan kepercayaan pada suatu dunia yang dapat “diperhitungkan”.

    Umumnya Manajemen Lembaga Kemasyarakatan masih bersifat tradisional. Kader yang duduk dalam Lembaga belum didasarkan pilihan rasional individu. Tugas pokok dan fungsinya, struktur, jumlah pengurus, pemilihan personalianya, tertib administrasi terutama keuangan masih sederhana dan cenderung seadanya. Program kerja yang dilandasi tujuan, visi, misi dan strategi yang baik belum ada. Dalam beberapa kasus Lembaga Kemasyarakatan masih banyak menggantungkan pada aparatur/birokrat Pemerintah Kabupaten, Kecamatan atau Desa.

    Dengan demikian kinerja lembaga/kader belum dapat diukur, kondisi lembaga relatif seragam diseluruh desa dalam satu Kabupaten. Untuk itu, manajemen yang lebih terukur, mekanisme kerja yang baik, dan uraian tugas yang jelas sangat diperlukan untuk pengembangan kelembagaan, sehingga Lembaga Kemasyarakatan dan Kader Pemberdayaan tidak lagi dicap sebagai “stempel” yang memberikan legitimasi pemberdayaan masyarakat, namun betul-betul mampu menjadi Lembaga atau Kader yang memang dibutuhkan serta dapat mengartikulasikan aspirasi masyarakat desa.

    Ukuran optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi secara sederhana diukur dari tingkat efektivitas, efisiensi dan fleksibilitas dalam melaksanakan visi, misi dan programnya. Lembaga Kemasyarakatan dikatakan melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif apabila dapat mencapai tujuan secara cepat, tepat dan berhasil guna. Sedangkan tingkat efisiensi dilihat dengan membandingkan antara pencapaian kinerja lembaga dengan biaya (economic cost dan social cost) yang dikeluarkan dalam pencapaian tujuan. Untuk tingkat fleksibilitas dapat dilihat pada kemampuan lembaga dalam merespon permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.

    Secara struktural, organisasi modern memiliki cakupan kegiatan yang lebih besar dan kompleks, berbeda dengan organisasi tradisional yang cakupannya lebih kecil dan sederhana. Sedangkan organisasi tradisional berdasarkan pada pembagian kerja yang terbatas dan diorganisir berdasarkan struktur status askriptif yakni peranan, kewajiban dan previlese (hak-hak khusus) yang diperoleh sebagai “pemberian” utamanya seperti jenis kelamin, kelahiran, keturunan dan bukan berdasrkan keberhasilan dan kemampuan seprti pada organisasi modern. Organisasi tradisional juga lebih tertutup terhadap lingkungan dan pembaharuan.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi tradisional memiliki sifat yang bertolak belakang dengan organisasi modern. Dalam organisasi modern, keterlibatan semua anggota unit atau kelompok di dalam organisasi sangat diperhitungkan. Keterlibatan seseorang dalam organisasi harus dibarengi dengan kesadaran akan manfaat (hak atau benefit) dan konsekuensi (kewajiban) dari keterlibatan mereka masing-masing. Kemampuan berorganisasi seperti manajemen organisasi dan kemampuan bernegoisasi harus dimiliki setiap anggota dalam membangun organisasi.

    Keberadaan Lembaga Kemasyarakatan untuk menjadi organisasi yang modern dalam usaha mewujudkan otonomi masyarakat desa tentunya harus melalui proses yang didukung seluruh sumber daya yang ada, oleh karena itu perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam menata kembali tugas dan fungsinya. Dengan demikian perlu dilihat kembali bagaimana kondisi kelembagaan, baik meliputi personil, tata-kerja dan sumber daya organisasi yang ada saat ini. Setelah mengetahui kondisi organisasi maka setiap anggota di dalam organisasi harus bisa merumuskan apa yang harus dilakukannya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

    Apakah organisasi perlu ditata ulang secara menyeluruh ataukah sebagian? Pembenahan-pembenahan apa, bagaimana dan seperti apa mekanisme pembenahannya? Apakah harus melibatkan pihak luar atau cukup mempercayakan pada pihak internal yang berpengaruh/dipandang mampu dalam organisasi?

    Efektivitas, efisiensi dan fleksibilitas Lembaga Kemasyarakatan sangat ditentukan pada sumber daya lembaga, karakterisitik desa serta kejelasan fungsi lembaga itu sendiri. Hal ini dikarenakan sumber daya, karakterisitik desa dan fungsi lembaga merupakan dasar untuk mengoptimalkan peran Kader Pemberdayaan Masyarakat sesuai dengan harapan masyarakat yaitu mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Tugas yang diwujudkan dalam rincian fungsi lembaga pada hakekatnya merupakan mandat lembaga. Berdasarkan mandat tersebut Lembaga Kemasyarakatan sebagai elemen governance desa diharapkan dapat merumuskan tujuan, visi, dan misi yang terkait dengan kewenangan dan permasalahan yang ada, dilanjutkan dengan merumuskan strategi dan nilai-nilai yang mengatur tugas dan fungsi Kader Pemberdayaan Masyarakat yang membantu menjalankan Lembaga Kemasyarakatan. Rumusan seperti ini sering disebut dengan rencana strategik.

    Berdasarkan rencana strategik, Lembaga Kemasyarakatan menjabarkannya dalam bentuk program kerja (rencana kerja operasional) dimana pada saat perumusan dokumen perencanaan tersebut dilakukan secara partisipasif. Progam yang telah disusun digunakan untuk membangun struktur kelembagaan, perumusan uraian kerja dan spesifikasi Kader Pemberdayaan Masyarakat yang dibutuhkan. Dengan demikian Lembaga Kemasyarakatan akan mudah mendayagunakan sumber daya Kader sesuai dengan kualifikasi bidang masing-masing, seperti pada gambar yang mengilustrasikan ‘’Alternatif Strategi dan Arah Pemberdayaan Governance Desa‘’. Masing-masing Kader Pemberdayaan Masyarakat sebagai penggerak lembaga menyusun Rencana Tindak Individu (RTI) mengacu pada rencana kerja operasional berdasarkan uraian tugas pokok atau lingkup tugasnya masing-masing.

    Ada beberapa elemen governance di luar Lembaga Kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh yang cukup signifikan, seperti : LSM, Parpol, Ormas, tokoh masyarakat, pelaku ekonomi dan sebagainya. Oleh karena itu, elemen-elemen tersebut perlu dijadikan sebagai mitra atau media kontrol dan evaluasi kinerja lembaga. Untuk mengoptimalkan fungsi dan kinerja lembaga perlu adanya penilaian dan evaluasi Kader sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan, bukan semata-mata berdasarkan performance atau kualitas bawaan lahir (keturunan) atau ascriptif seperti jenis kelamin, usia, ras dan status keluarga, namun dikedepankan pada kemampuan obyektif seperti tingkat kapabilitas, aksetabilitas, fleksibilitas, kedewasaan berpikir, kearifan dan kemampuan menganalisis permasalahan, keberanian memberikan alternatif dalam pengambilan keputusan, kecermatan dan kearifan dalam merespon permasalahan.

    Walaupun azas-azas organisasi modern bertolak belakang dengan azas-azas organisasi tradisional, namun Lembaga Kemasyarakatan yang diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai organisasi modern tetap perlu mengkaji struktur dan nilai-nilai organisasi tradisional yang dapat menghambat atau mendorong keberhasilan organisasi modern.

    Sumber : Bapermas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar